Pasal385 terdiri dari 6 ayat ini mendefinisikan secara jelas akan tindakan kejahatan tersebut. Segala bentuk kejahatan yang terdapat dalam pasal 385 ini disebut dengan kejahatan Stellionnaat, yang mana merupakan aksi penggelapan hak atas harta yang tak bergerak milik orang lain, seperti tanah, sawah, kebun, gedung, dll.
Dalamkasus yang Anda tanyakan, tanah hak milik yang dibeli oleh badan usaha berbadan hukum statusnya menjadi Hak Guna Bangunan ("HGB") karena pada dasarnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria tidak memperbolehkan badan usaha yang berbentuk badan hukum memegang hak milik atas tanah kecuali untuk badan hukum tertentu yang ditetapkan pemerintah.
Vay Nhanh Fast Money. BerandaKlinikPertanahan & PropertiHukum Pemasangan Pla...Pertanahan & PropertiHukum Pemasangan Pla...Pertanahan & PropertiSelasa, 20 Maret 2012Mohon bantuannya, Hukumonline. Saya mau menanyakan apakah tindakan bank memasang plang yang bertuliskan "Tanah dan bangunan ini dalam pengawasan Bank", terhadap barang jaminan debitur yang kreditnya macet diperbolehkan secara hukum? Terima kasih dan saya sangat terbantu dengan adanya rubrik ini di yang Anda tanyakan memang seringkali dilakukan oleh pihak bank sebagai salah satu upaya pencegahan agar rumah dan tanah yang dijadikan jaminan dengan hak tanggungan atas utang yang telah jatuh tempo tidak diperjualbelikan atau dialihkan kepemilikannya oleh debitur kepada pihak ketiga. Hal ini tidak dilarang oleh peraturan perundang-undangan sepanjang bukan semata untuk mencemarkan nama baik seseorang, tapi memang didasarkan adanya utang piutang. Pada dasarnya, memang utang/kredit nasabah bank tidaklah termasuk dalam prinsip kerahasiaan bank. Berdasarkan Pasal 40 ayat 1 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 , Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal ketentuan tersebut jelas bahwa yang termasuk dalam prinsip kerahasiaan bank adalah keterangan nasabah penyimpan dan simpanannya, bukan nasabah peminjam dan itu,UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah “UUHT” juga menganut asas publisitas Pasal 13 ayat [1] UUHT. Asas ini mengharuskan didaftarkannya pemberian Hak Tanggungan pada Kantor Pertanahan. Dengan dasar pemikiran bahwa timbulnya hak tanggungan adalah karena adanya perjanjian utang piutang, maka memang utang piutang tersebut dapat diketahui oleh orang lain selain bank dan jika ternyata tulisan itu dalam bentuk plang ataupun stiker tidak terbukti didasarkan pada adanya utang piutang dan adanya debitur yang cidera janji dalam hal pelunasan utang terjadi kredit macet, maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai pencemaran nama baik yang dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata. Penjelasan lebih jauh mengenai pencemaran nama baik simak artikel Pencemaran Nama Baik oleh Atasan. Secara perdata, pemilik tanah dan bangunan yang dirugikan nama baiknya karena adanya plang tersebut dan jika tidak ada dasar utang piutang yang sah, maka pihak bank dapat digugat atas dasar Perbuatan Melawan Hukum. Contohnya dapat kita lihat dalam Putusan Mahkamah Agung No. 72/PDT. G/2009/PN. DPK dimana dinding rumah penggugat dicat dengan warna merah bertuliskan “Rumah ini Agunan Kredit Menunggak di Bank BTN”. Yang pada akhirnya, majelis hakim memutus bahwa tergugat telah melakukan perbuatan melawan dari uraian di atas, pihak bank dapat memasang plang yang menyatakan "Tanah dan bangunan ini dalam pengawasan Bank" jika memang debitur pemberi hak tanggungan cidera janji dalam melunasi utangnya. Sekian jawaban dari kami, semoga membantu. Dasar hukum1. Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah;2. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Mahkamah Agung No. 72/PDT. G/2009/PN. DPK Tags
BerandaKlinikPertanahan & PropertiJenis-jenis Hak atas...Pertanahan & PropertiJenis-jenis Hak atas...Pertanahan & PropertiKamis, 18 Juni 2020Apa saja jenis hak atas tanah di Indonesia? Siapa saja yang bisa menyandangnya? Sampai kapan jangka waktu berlakunya?Atas dasar hak menguasai dari negara, ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum. Hak-hak individual atas tanah dapat dibagi atas hak yang bersifat primer dan sekunder. Hak yang bersifat primer terdiri atas hak milik; hak guna usaha; hak guna bangunan; hak pakai; hak sewa; hak membuka tanah; hak memungut hasil hutan; hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang. Sedangkan hak sekunder adalah hak yang mengandung sifat yang bertentangan dengan undang-undang karena mengandung unsur pemerasan dan penindasan, sehingga diusahakan hapusnya dalam waktu singkat. Penjelasan selengkapnya dapat Anda klik ulasan di bawah ini. Hak Menguasai NegaraPada dasarnya, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.[1]Hak menguasai dari negara tesebut memberi wewenang untuk[2]mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang dasar hak menguasai dari negara, ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.[3]Hak Individual atas Tanah yang Bersifat PrimerH. M. Arba dalam bukunya Hukum Agraria Indonesia hal. 97 & 126 kemudian membagi hak individu dalam dua jenis, yaitu hak individual atas tanah yang bersifat primer dan atas tanah yang bersifat primer terdiri atas[4]hak milik;Hak Guna Usaha “HGU”;Hak Guna Bangunan “HGB”;hak pakai;hak sewa;hak membuka tanah;hak memungut hasil hutan;hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan MilikHak milik adalah hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Hak ini dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.[5]Hanya warga negara Indonesia dapat mempunyai hak milik. Oleh pemerintah, ditetapkan pula badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya.[6]Orang asing yang memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warga negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu di dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu.[7]Jika sesudah jangka waktu tersebut, hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.[8]Selama seseorang di samping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing, maka ia juga tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik.[9]Hak milik hapus apabila[10]tanahnya jatuh kepada negara karenapencabutan hak;penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya;ditelantarkan, atauorang asing yang mendapatkannya berdasarkan waris atau percampuran harta akibat perkawinan, kehilangan kewarganegaraan, serta jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warga negara yang di samping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum yang tidak ditetapkan pemerintah;tanahnya jugaHak Guna UsahaHGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara, dalam jangka waktu paling lama 25 tahun, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.[11]Untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan HGU untuk waktu paling lama 35 tahun.[12]Atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan perusahaannya, jangka waktu HGU dapat diperpanjang dengan waktu yang paling lama 25 tahun.[13]HGU diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar, dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai investasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman.[14]Yang dapat mempunyai HGU adalah[15]warga negara Indonesia;badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.[16] HGU hapus karena[17]jangka waktunya berakhir;dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi; dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;dicabut untuk kepentingan umum;ditelantarkan;tanahnya atau badan hukum yang mempunyai HGU dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat, dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat.[18]Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh HGU, jika ia tidak memenuhi syarat tersebut. Jika HGU yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut, maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.[19]Baca jugaHak Guna BangunanHGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.[20]Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu HGB dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun.[21]Yang dapat mempunyai HGB adalah warga negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. HGB dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.[22]HGB hapus karena[23]jangka waktunya berakhir;dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi;dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;dicabut untuk kepentingan umum;ditelantarkan; dantanahnya atau badan hukum yang mempunyai HGB dan tidak lagi memenuhi syarat, dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat.[24]Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh hak guna-bangunan, jika ia tidak memenuhi syarat-syarat tersebut.[25]Jika HGB yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut, maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.[26]Hak Pakai Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari[27]tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya, atautanah milik orang lain dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah,segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan itu, hak pakai juga dapat diberikan atas tanah dengan hak pengelolaan, yang diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang hak pengelolaan.[28]Hak pengelolaan sendiri adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.[29] Yang dapat mempunyai hak pakai adalah[30]warga negara Indonesia;orang asing yang berkedudukan di Indonesia;badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di pakai dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 25 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun atau diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.[31]Hak pakai yang diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama dipergunakan untuk keperluan tertentu diberikan kepada[32]departemen, lembaga pemerintah non departemen, dan pemerintah daerah;perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional;badan keagamaan dan badan hak pakai tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.[33]Baca jugaHak Sewa Untuk BangunanSeseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa.[34]Pembayaran uang sewa dapat dilakukan[35]satu kali atau pada tiap-tiap waktu tertentu;sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan. Perjanjian sewa tanah ini tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.[36]Yang dapat menjadi pemegang hak sewa adalah[37]warga negara Indonesia;orang asing yang berkedudukan di Indonesia;badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Individual atas Tanah yang Bersifat SekunderH. M. Arba dalam buku yang sama menerangkan bahwa hak sekunder adalah hak yang mengandung sifat yang bertentangan dengan undang-undang karena mengandung unsur pemerasan dan penindasan, sehingga diusahakan hapusnya dalam waktu singkat hal. 126.Contoh hak seperti ini adalah hak gadai tanah, hak usaha bagi hasil, hak sewa tanah pertanian, dan hak menumpang.[38]Patut diperhatikan dalam artikel Perbedaan Peralihan dengan Pembebanan Hak Atas Tanah, praktisi hukum Irma Devita Purnamasari memiliki pendapat yang berbeda mengenai penggolongan hak atas tanah primer dan sekunder hak atas tanah primer terbatas pada hak yang diberikan langsung oleh negara, seperti hak milik, HGU, HGB, dan hak hak atas tanah sekunder adalah hak yang timbul atau dibebankan di atas hak atas tanah yang sudah ada, mencakup HGU, HGB, hak pengelolaan, hak sewa, hak membuka tanah dan memungut hasil hutan, hak usaha bagi hasil, hak menumpang, hak gadai tanah dan hak jawaban kami, semoga M. Arba. Hukum Agraria Indonesia. Jakarta Sinar Grafika, 2015.[2] Pasal 2 ayat 2 UUPA[3] Pasal 4 ayat 1 UUPA[4] Pasal 16 ayat 1 UUPA[6] Pasal 21 ayat 1 dan 2 UUPA[7] Pasal 21 ayat 3 UUPA[9] Pasal 21 ayat 4 UUPA[10] Pasal 27 jo. Pasal 21 ayat 3 dan Pasal 26 ayat 2 UUPA[11] Pasal 28 ayat 1 jo. Pasal 29 ayat 1 UUPA[12] Pasal 29 ayat 2 UUPA[13] Pasal 29 ayat 3 UUPA[14] Pasal 28 ayat 2 UUPA[15] Pasal 30 ayat 1 UUPA[16] Pasal 28 ayat 3 UUPA[18] Pasal 30 ayat 2 UUPA[20] Pasal 35 ayat 1 UUPA[21] Pasal 35 ayat 2 UUPA[22] Pasal 35 ayat 3 dan Pasal 36 ayat 1 UUPA[24] Pasal 36 ayat 2 UUPA[27] Pasal 41 ayat 1 UUPA[29] Pasal 1 angka 2 PP 40/1996[31] Pasal 45 ayat 1 PP 40/1996[32] Pasal 45 ayat 3 PP 40/1996[33] Pasal 41 ayat 3 UUPA[34] Pasal 44 ayat 1 UUPA[35] Pasal 44 ayat 2 UUPA[36] Pasal 44 ayat 3 UUPA[38] Pasal 53 ayat 1 UUPATags
BerandaKlinikPertanahan & PropertiCara Membuktikan Kep...Pertanahan & PropertiCara Membuktikan Kep...Pertanahan & PropertiSelasa, 29 September 2020Ketika saya membeli sebidang tanah bersama orang lain satu orang dan hasil dari pembelian tanah tersebut adalah sertifikat atas nama ayah dari orang lain tersebut. Maka, apakah mungkin ada bukti atau surat tertentu yang menunjukkan bahwa saya juga memiliki tanah tersebut di notaris? Karena yang mengurus pembelian tanah ini adalah orang lain tersebut yang tidak saya ketahui notarisnya yang mana. Mohon sertifikat hak atas tanah dilakukan setelah melalui proses pendaftaran tanah. Dalam hal sebidang tanah dimiliki bersama oleh beberapa orang atau badan hukum, maka dapat diterbitkan satu sertifikat saja atau diterbitkan sertifikat sejumlah pemegang hak. Dalam pengalihan hak atas tanah melalui pembelian, pendaftaran hanya dapat dilakukan apabila dibuktikan dengan akta jual beli yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT. Namun, bagaimana jika tidak terdapat perjanjian tertulis antara para pembeli yang bersama-sama memegang hak atas tanah? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini. Penerbitan Sertifikat Hak Atas Tanah untuk Tanah yang Dimiliki BersamaPasal 31 ayat 4 PP 24/1997 kemudian menjelaskanMengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun kepunyaan bersama beberapa orang atau badan hukum diterbitkan satu sertifikat, yang diterimakan kepada salah satu pemegang hak bersama atas penunjukan tertulis para pemegang hak bersama yang ayat 5 pada pasal yang sama menyatakanMengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun kepunyaan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dapat diterbitkan sertifikat sebanyak jumlah pemegang hak bersama untuk diberikan kepada tiap pemegang hak bersama yang bersangkutan, yang memuat nama serta besarnya bagian masing-masing dari hak bersama karena itu, dalam rencana pembelian tanah atas nama beberapa orang, sebaiknya sudah harus ditentukan dari awal berdasarkan kesepakatan antara para pembeli perihal sertifikat hak atas tanah apakah akan diterbitkan satu saja atau diterbitkan sejumlah pemegang hak agar tidak timbul masalah di kemudian hari. Bukti Pengalihan Hak Atas TanahBerkaitan dengan pertanyaan Anda, pendaftaran pengalihan hak atas tanah melalui jual beli hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT yang berwenang.[1]Sehingga, apabila Anda menanyakan bukti jual beli, bukti tersebut seharusnya adalah Akta Jual Beli AJB yang dibuat oleh PPAT. Biasanya nama PPAT yang membuat akta juga dicantumkan dalam keterangan peralihan hak atas tanah pada sertifikat hak atas tanah. Akan tetapi, belum tentu dalam akta tersebut juga terdapat nama Anda sebagai itu, dalam kasus yang Anda ceritakan, nantinya siapa yang mendalilkan adanya perjanjian, dialah yang akan membuktikannya. Inilah yang disebut dengan asas pembuktian. Hal ini diatur dalam Pasal 163 Herzien Inlandsch Reglement “HIR” yang berbunyi sebagai berikutBarang siapa yang mengaku mempunyai suatu hak atau menyebut suatu peristiwa untuk menguatkan haknya atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya hak atau adanya kejadian kasus Anda, karena Anda yang hendak membuktikan adanya perjanjian atau kesepakatan sebagai pemilik bersama antara Anda dan orang lain tersebut, maka Anda lah yang akan diminta membuktikan adanya tidak ada perjanjian tertulis dalam perbuatan hukum antara Anda dan orang lain tersebut, maka saran kami, karena permasalahan perdata lebih dititikberatkan kepada pembuktian surat, cobalah mencari dokumen-dokumen pendukung pembelian tanah tersebut dari awal. Di sana nanti akan ditemukan rangkaian kejadian mengapa sertifikat tanah ditulis atas nama satu orang walau pemiliknya dua tidak bisa, cobalah kembali mencari teman Anda atau saksi lain yang pernah membantu Anda untuk membeli tanah tersebut saat itu. Dan tentu yang paling baik adalah membuka musyawarah kepada para pihak terkait agar dapat menyelesaikan permasalahan Anda secara pendapat kami, semoga bermanfaat.[1] Pasal 37 ayat 1 PP 24/1997Tags
plang tanah hak milik